Selasa, 22 Desember 2015

Ardi Susanti Lantang Baca Puisi Antikorupsi

Saya perempuan, maka saya menentang korupsi!
Radar Tulungagung hari ini (21/12/2015).

"Dan saya sebagai pendidik, saya berkewajiban menularkan virus pembelajaran anti korupsi sejak dini pada anak didik saya, tentu saja melalui media seni dalam hal ini Puisi Menolak Korupsi, yang diinisiatori oleh mas Heru Mugiarso dan dikoordinatori oleh mas Sosiawan Leak demi Indonesia yang lebih baik."

Sumber: Facebook Ardi Susanti.

Minggu, 20 Desember 2015

Buku PMK Jilid 5: EMANSI'SAPI' KORUPSI

Sumber gambar.

EMANSI'SAPI' KORUPSI

Hanya lantaran (secara tidak sengaja) sang putra mahkota menyampar barang tak bertuan yang tergeletak di jalanan ibu kota, belakangan atas nama undang-undang Kerajaan Kalingga, Putri Shima menetapkan hukuman potong kaki bagi si penyampar yang tak lain adalah pewaris kerajaannya kelak. Ajaibnya, hukuman itu ternyata masih kurang sesuai dengan keinginan penguasa kerajaan yang konon terletak di pantai utara Pulau Jawa (sekitar abad ke 7 Masehi) tersebut. Awalnya isteri Kartikeyasingha itu menitahkan agar pengusik hak milik orang lain tersebut dijatuhi hukuman mati. Maka jika bukan karena penolakan keras para menterinya, pasti putri keturunan pendeta yang berasal dari wilayah Sriwijaya tersebut sudah rela menghabisi nyawa darah dagingnya, sebagai konsekwensi logis atas sikapnya untuk menegakkan hukum di seluruh penjuru kerajaan tanpa pandang bulu.

Selain Maharani Shima, peran perempuan sebagai pengendali kekuasaan pemerintahan di masa lalu juga mencapai keemasannya saat Tribhuwana Tunggadewi memegang pucuk pimpinan di Majapahit. Di bawah pemerintahannya, kerajaan rintisan Raden Wijaya yang berdiri di wilayah Jawa Timur itu berhasil menaklukkan Pejeng, Dalem Bedahulu (kerajaan yang terletak di Pulau Bali) dan seluruh wilayah Bali. Tak hanya sampai di situ Tribhuwana juga sukses menaklukkan Kerajaan Melayu di Pulau Sumatera. Perempuan yang naik tahta atas perintah ibunya (Gayatri) tahun 1329 menggantikan Jayanagara tersebut secara heroik bahkan mampu menumpas pemberontakan daerah Sadeng dan Kerta yang meletus tahun 1331. Malah sebagaimana termaktub di Pararaton ia sendirilah yang menjadi panglima perang memimpin pasukannnya secara langsung saat menggempur Sadeng.

Meski yang tercatat dalam halaman sejarah hanya beberapa gelintir, namun dari masa ke masa perjuangan para wanita di berbagai bidang dan wilayah kehidupan terbukti kerap melampaui batas-batas kewajaran pada jamannya. Tak jarang di antara mereka malah kuasa mendobrak sekat-sekat kemapanan gender yang hendak melanggenggkan perbedaan posisi dan peran manusia sesuai dengan jenis kelaminnya. Barangkali lantaran arus sejarah yang keruhlah berjibun nama wanita pejuang kehidupan semacam itu jarang terunggah ke permukaan.

Di akhir abad ke 19 perjuangan RA (Raden Ajeng) Kartini dicatat dan diakui paling berpengaruh dalam merubah tata nilai dan norma kehidupan sehari-hari, utamanya terkait dengan gagasan kesejajaran antara laki-laki dan perempuan. Bahkan hingga sekarang putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (Bupati Jepara) yang lahir 21 April 1879 itu dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan. Lewat gagasannya ia tergerak untuk membekali kaumnya dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan di sekolah khusus perempuan yang ia buka di rumahnya. Sejak itu namanya kian ditasbihkan sebagai tokoh emansipasi wanita di Indonesia. Hari lahirnya pun dirayakan secara khusus untuk menandai moment kebangkitan kaum perempuan yang terus berjuang agar kedudukan mereka setara dengan kaum pria.

Namun perjuangan kaum perempuan yang penuh lompatan-lompatan fantastis di masa lalu itu seolah runtuh bahkan hancur lebur manakala sejarah di abad-abad berikutnya malah memburaikan catatan hitam berisi tingkah polah para perempuan modern yang capaiannya bertolak belakang dengan prestasi pendahulunya. Ironisnya banyak di antara mereka yang cenderung kesandung serta terseret (cuma) oleh hal-hal rendah, nista, dan tak selamanya utama; harta!

Selain fakta terbongkarnya kasus korupsi gubernur wanita pertama di Indonesia (Ratu Atut Chosiyah; dilantik menjadi Gubernur Banten tahun 2007), catatan paling dramatis yang merontokkan peran utama srikandi-srikandi emansipasi di masa lalu adalah terbongkarnya skandal korupsi impor daging sapi Ahmad Fathanah (tahun 2013) yang melibatkan deretan panjang kaum perempuan hanya untuk menghamba sebagai obyek tindak pidana pencucian uang. Begitu pula halnya kasus korupsi dana Bantuan Sosial di Propinsi Sumatera Utara 2011-2013 (terbongkar 2015) yang disinyalir melibatkan isteri pejabat gubernur yang tengah berkuasa.

Tragis memang! Tapi demikanlah, emansipasi kini seperti tumbuh tak terkendali, gentayangan tak tentu arah tujuan. Ia kerap melesat zig zag dan jumpalitan ke berbagai wilayah sikap dan sistim nilai kehidupan, sembari berburu korban atas nama persamaan hak dan derajat. Itu semua seolah sah untuk mengamini makna emansipasi sebagai persamaan hak di berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk persamaan hak antara kaum wanita dengan para pria (KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sementara itu makna wanita sebagai penyeimbang suami dalam rumah tangga, cepat atau lambat kian tak dirumat. Bahkan makna wanita sebagai ibu yang mengandung, melahirkan, dan merawat generasi masa depan pun tetap tak mempan mencegat itikad para perempuan agar tidak nekat terlibat dalam emansipasi korupsi.

Buku PMK Jilid 4: INSTING KORUPSI

INSTING KORUPSI

Jago menciptakan kebohongan, terampil menguasai emosi pihak lain lantas merekayasanya demi kepentingan pribadi. Meski lemah saat mengontrol kejiwaan sendiri namun mereka tahan menyimpan dendam dalam waktu lama, menunggu kesempatan untuk meledakannya di kemudian hari. Itulah ciri-ciri kuat psikopat (psyche: jiwa dan pathos: penyakit). Mereka juga culas serta ahli memanipulasi ekspresi, di samping egois, miskin empati, mati rasa atas sakit dan duka pihak lainnya.

Meski tidak mengidap psikopat, beberapa binatang memiliki sifat-sifat tersebut secara terpisah. Karena tubuhnya yang pendek dan tambun, Cantil (jenis ular di Meksiko) melakukan kebohongan saat memikat mangsa. Sebab, walau bisanya dapat mengakibatkan pendarahan dan gagal ginjal bagi korban gigitannya, namun ia tak mampu bergerak segesit kobra. Meski begitu banyak mangsa terkecoh godaan ekornya. Mereka yang tertarik, mendekat bahkan iseng bakal dia rangket dan habisi dengan racunnya. Burung Patu Patagonia kerap meninggalkan telur yang tengah dieraminya saat pemangsa tiba. Ia bakal berlari laksana burung luka yang patah sayapnya. Namun setiap kali pemangsa mendekat, ia akan bangkit dan berlari lagi. Sandiwara semacam itulah yang dimainkannya berkali-kali hingga pemangsa menjauh dari sarangnya, saat di mana ia bebas terbang pulang ke sarang. Komodo tak kenal ampun kepada siapa pun yang pernah menyakitinya. Dan, membunuh adalah satu-satunya cara yang ia pahami demi melunaskan dendamnya. Sekali saja ia sempat melihat orang yang menyakitinya, maka seumur hidup ia akan terus memburu orang itu lewat baunya. Di saat terancam bunglon bermimikri, mengubah warna kulitnya serupa dengan warna lingkungan di sekitarnya.

Entah apa yang ada dalam benaknya, begitu dewasa dan menemukan pasangannya Kedasih jantan dan betina tidak mau membuat sarang untuk menaruh telur atau mengeraminya. Sang betina justru menitip telur di sarang burung lain yang lebih kecil. Saat menitipkan telurnya ia dengan sadis juga membuang telur sang empunya sarang. Usai itu ia pun minggat untuk memikat pasangan baru. Lalu bertelur dan menitipkannya ke sarang burung lainnya lagi. Begitu seterusnya. Maka pengeraman dilakukan oleh induk betina lain. Perilaku buruk induk Kedasih menurun pada anaknya. Jika menetas lebih dulu, anak Kedasih tega melempar telur-telur induk tirinya yang belum menetas ke luar sarang. Paling tidak, ia akan mematuki telur-telur tersebut sampai bocor atau pecah.

Bisa dipastikan tidak ada seekor binatang pun yang memiliki serangkaian sifat psikopat tersebut secara utuh dan menyeluruh. Meski inspirasinya --bagian per bagian-- bisa jadi bersumber dari mereka, namun secara naluriah semua itu hanyalah bagian dari hukum alam di mana mereka mesti konsekwen demi mempertahankan hidupnya. Justru peradaban manusialah yang belakangan memadurangkaikan sifat-sifat tersebut lantas mencangkokkannya secara sempurna ke spesies baru bernama koruptor. Itulah kenapa spesies ini punya kemampuan prima dalam berbohong dan menipu sambil berceramah soal moral dengan mengharu biru, usai menikamkan libido kerakusannya. Ketika ketahuan curang, mereka pun sigap pasang tampang tidak berdosa. Bagi yang belum konangan atau yang berhasil lolos dari jerat hukuman, segera pula mereka menebar teror sekaligus unjuk kedigdayaan untuk menancapkan pisau dendam.

Dengan cepat spesies ini pun menjiplak insting kebinatangan lainnya. Sebagaimana lalat yang gemar mengerubuti kotoran dan memuntahkan air liurnya agar makanan melembek dan mudah disedot mulut mininya, koruptor pun selalu memburu gudang anggaran lantas meracuni legislasi dengan berbagai trik penyimpangan agar uang mengalir gampang ke kantong mereka. Meniru kejorokan babi yang gemar makan, tidur, dan mandi di atas kotorannya sendiri, koruptor juga membangun istana harta tempat mereka berasyik masyuk dengan leluasa tanpa ada yang mengganggunya. Bak serigala yang suka menyimpan bangkai busuk untuk disuapkan kepada anaknya, koruptor lantas membagi-bagi aliran dananya kepada keluarga, sanak kerabat, bahkan para gundiknya. Seperti sang srigala yang doyan melahap muntahannya sendiri, koruptor sedia menjelma siluman; menjadi tukang tadah penggasak proyek yang ia rancang dengan curang.
Maka jika kecoak mampu bertahan hidup tanpa kepala hingga hari yang ke sembilan, tanpa kekuasaan pun koruptor masih akan berdaya mengendalikan kehidupannya dengan sentosa. Bahkan jika sampai harus masuk penjara mereka tetap dapat memperoleh kemewahan berbonus kebebasan plesiran. Sebab dana abadi hasil jerih payahnya mencuri uang negara selalu selamat diamankan para kroninya! 

(Dimuat di Jawa Pos, Minggu 26 April 2015).

Buku PMK Jilid 1: ANATOMI KORUPSI

ANATOMI KORUPSI

Seperti tubuh, korupsi memliki organ yang lengkap dengan berbagai fungsi. Ada tangan yang dipakai untuk menggapai, memegang, meremas & membetot. Selain tentu saja menyentuh mesra serta membelai manja korbannya.

Ada kaki yang berguna untuk menopang tubuh kala berdiri, memangkas jarak dengan berjalan atawa berlari, sambil sesekali meloncat jika diperlukan mendekat sang korban dengan cepat. Juga untuk menjejak saat melakukan perlawanan bahkan dengan mendepak dan menendang kepada pihak lain yang tak dibutuhkan.
Korupsi juga punya kepala di mana bercokol fungsi organ paling penting dan utama. Mata untuk melirik & melihat sesekali melotot di saat mulut menggertak, hidung mendengus, serta dahi berkernyit sembari menjalin dua pangkal alis ke pusat jidat. Demikian pula tentu saja di kepala itu menempel mulut guna mengunyah & menelan obyek tangkapan dibantu para gigi serta saluran kerongkongan. Setelah sebelumnya acap diendus lebih dulu oleh hidung serta cek rasa di wajah lidah.

Seperti tubuh, organ-organ korupsi merupa satu kesatuan yang bersandar pada kekuatan motorik dan kepekaan sensorik. Kekuatan fisik & non fisik. Kekuatan luar & dalam. Termasuk perut di mana di dalamnya berumah beragam usus berikut kemanfaatannya. Para usus itu mencerna dan memilah milih benda jarahan ke masing-masing wilayah berbeda. Ada yang disekap di usus besar, ada yang digiling di usus halus setelah sebelumnya nyangkut ke usus dua belas jari. Tapi jangan lupa, pasti ada hasil korupsi yang kesasar nyangkut di appendix. Hingga butuh diamputasi oleh si empunya demi kesehatan tubuhnya.

Namun dari semua itu sebagaimana tubuh, yang paling menentukan dari ‘makhluk’ bernama korupsi adalah otak dan hatinya. Di sinilah segala logika & argumentasi berikut visi perilaku korupsi diolah dan dimatangkan. Termasuk saat sempat ‘mempertimbangkan’ norma baik & buruk, benar & salah, neraka & surga, hingga tuhan & setan. Bertaut berkelindan otak & hati korupsi menjadi dasar pemikiran, pun timbang saran logika serta moral dalam menentukan laku korupsi secara ideologis atau dengan serampangan

Sebagaimana tubuh, organ-organ itu bekerja secara kompak dan menyeluruh. Saling mendukung dan terkoordinasi dalam sinergi yang intens dan berkelanjutan. Kegagalan menghadapi ‘makhluk’ bernama korupsi kerap diawali dari pemahaman keliru atas tubuhnya yang dianggap tak utuh, ringkih, sendiri & kesepian.

Maka, boleh saja sistem pengawasan disiapkan dengan berbagai kecanggihan saat mencegat laju korupsi. Tapi toh, berbagai cara berkelit dan menghindar dengan tingkat keberdayaan canggih selalu saja berhasil dia siapkan untuk meloloskan diri dari deteksi pengawasan birokrasi. Silahkan perangkat aturan dan undang-undang berikut lembaga centengnya diproduksi masal tiada henti, tapi jangan kecewa jika semua itu semaput saat mengejar hendak menghajar korupsi. Lantaran ketika diselidik, disidik hingga disidang, ‘makhluk’ itu akan dengan gampang menghiba atas nama mata hati dan nurani. Bersiasat licik, menelikung pikiran & menjebak empati dengan sinema simpati yang melahirkan permakluman dan pengampunan. (Setelah sebelumnya mungkir berbekal fatwa malaikat bertampang nabi. Membela diri, menghajar balik hukum dan aturan serupa memperlakukan tai).

Kini, generasi termutakhir korupsi rampung bermetamorfosa serupa air & udara. Malih rupa santapan yang kita butuhkan senantiasa. Nyaris tak beda rasa, bau, warna & wujudnya dengan air, udara & makanan sejati. Butuh usaha keras & upaya kuat untuk mengenali tubuh dari ‘makhluk’ bernama korupsi. Satu di antaranya melalui puisi yang bersandar pada ketajaman pikiran, kejernihan mata hati dan kedalaman nurani.

Komentar Maman S. Mahayana Tentang Gerakan PMK

"Komunitas PMK itu gerakan dahsyat. Karena semua orang disuruh memusuhi korupsi," tegas kritikus sastra dan dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia saat menjadi pembicara dalam peluncuran Antologi Puisi Negeri Laut, di Tegal, Jawa Tengah, 28 Nopember 2015.

Jumat, 18 Desember 2015

Puisi Tak Bisa Memberantas Korupsi

Sumber foto: Facebook Sulis Bambang (road show#35).
"Puisi tak bisa memberantas korupsi," tegas Jenderal Gerakan Puisi Menolak Korupsi (PMK), Sosiawan Leak, ketika berlangsung talk show PMK ke-35, di aula hotel Ungaran Cantik, Kota Ungaran, Semarang, baru-baru ini. "Paling hanya bisa menolak, menentang, atau melawan. Itu saja," tambahnya menegaskan, yang disambut tepuk tangan gemuruh dari semua yang hadir. Talk show itu menampilkan pembicara utama Mbak Oely Sidabalok dan Mas Donny Danardono. Hadir sekitar 200 laskar PMK dari seluruh penjuru tanah air, termasuk dari Malaysia. Terlihat jenderal Leak, memakai sepatu jenggel tentara, hehehe....

Namun harus diakui, gerakan moral PMK yang digenderangkan Leak dan para penyair Nusantara beberapa tahun lalu itu, seperti virus yang terus menyebar ke mana-mana. Anti korupsi dimulai dari diri sendiri dan keluarga para penyair PMK. Gerakan ini telah didukung oleh berbagai pihak, termasuk dari KPK, dan pernah diundang pentas di gedung lembaga anti korupsi Indonesia itu. Ini membuktikan, PMK sudah diakui, sebagai gerakan moral anti korupsi, yang sudah pentas road show di 35 kota besar di Indonesia. Dan akan terus mengelilingi kota demi kota. Edan, ya? Hahaha....

Lima buku tebal kumpulan para laskar PMK sudah terbit dan sekarang menuju ke yang keenam. "Selama korupsi masih merajalela di tanah air, kita akan menulis puisi anti korupsi terus, sebagai bentuk perlawanan," kata Leak lagi. Ah, benar juga, kumpul dengan para laskar PMK, ada semangat membara dalam dada, untuk ikut berjuang membela bangsa dan negara. Sama dengan para pejuang 45. Bedanya, mereka mengangkat senjata, dan kita mengangkat pena. Bukankah pena lebih tajam dari seribu meriam? Kata-kata terkenal Napoleon Bonaparte, sekian ratus tahun lalu itu seperti masih bergema sampai kini. Ah... hehehe...

Acara PMK ke-35 kali ini, dikemas apik oleh Bu Sulis Bambang dan kawan-kawan dari Semarang, seperti Mas Driya Widiana, Mas Artvelo Sugiarto, Pak Imam Subagyo, Mas Lukni Maulana, Mbak Fransiska Ambar Kristiani, dan lain-lain dengan ditandai peluncuran buku "Perempuan Menentang Korupsi" karya para penyair wanita PMK. Dilanjutkan dengan pentas baca puisi oleh para perempuan seperti Mbak Dyah Setyawati, Mbak Ardi Susanti, Mbak Cynthia Suwarti, dan lain-lain termasuk Bu Sulis Bambang sendiri selaku ketua penyelenggara, tampil di depan umum dan nyanyi, hehehe...

Tampil atraktif Mbak Elisyus dan memukau audience dengan pembacaan puisi "Pertiwiku Sudah Mati". Sedangkan Mas Haryanto Sukiran tampil monolog "Semar". Bagi para laskar PMK lelaki pun banyak yang ikut tampil seperti Mas Heru Mugiarso, Mas Rama Dinta, dan lain-lain. Maaf para pembaca puisi, tidak dapat saya sebutkan satu persatu di sini, akan terlalu panjang banget. Pokoknya ramailah, ada mbak Denis Hilmawati dari Solo, mbak Cinta Logika, Mas Wage Teguh Wiyono, Mas Bontot Sukandar, Pak Bambang Eka Prasetyo, Mas Ethexs Suyitno bersama anak dan istrinya, ikut tampil meramaikan. Sekali lagi maaf ya, teman-teman, hehehe....

Ini yang spesial, tampilnya Mas Joshua Igo, sastrawan yang juga musikus. Membawakan orgen tunggal, mengiringi baik yang baca puisi, maupun yang nyanyi. Anehnya, setiap gerak-geriknya, selalu dirubung ibu-ibu Muslimah. Apa mungkin sudah takdir hidupnya, entahlah, hehehe....Okre, selamat sukses teman-teman PMK, salam laos.

Semarang, Desember 2015